Kamis, 07 April 2011

TEKNIK LOBBY

 
http://www.hajiubedsehat.com

KETRAMPILAN MANAJERIAL

UNTUK LEMBAGA SOSIAL MASYARAKAT

Sesi ini akan membahas ketrampilan manajerial untuk melakukan lobbying atau melobi dalam organisasi. Bagaimana  menerapkan strategi lobby yang efektif. Serta mengenali tehnik dan karakteristik lobbbying. Teknik ini  diperlukan oleh manajer lembaga sosial  dalam berhubungan dengan para stakeholders untuk mencapai tujuan dan sebagai salah satu upaya yang diperlukan untuk menunjang kegiatan organisasi

3.2.1 Materi 

Istilah lobbying  atau kemudian menjadi “Lobi” dalam bahasa Indonesia  sering dikaitkan dengan kegiatan politik dan bisnis. Perkembangan dewasa ini Lobi-melobi tampaknya tidak terbatas pada kegiatan tersebut namun mulai dirasakan oleh manajer organisasi  untuk  menunjang kegiatan manajerialnya baik sebagai lembaga birokrat maupun lembaga usaha khususnya dalam pemberian pelayanan Kesehatan

Kata “Melobi” terdapat dalam  kamus  bahasa Indonesia  dengan pengertian : melakukan pendekatan secara tidak resmi, menilik asal kata lobi yang berarti teras atau ruang depan yang terdapat di hotel-hotel, tempat dimana para tamu duduk-duduk dan bertemu dengan santai kemungkinan  kata lobi melatar belakangi perkembangan istilah “melobi” yang terjadi karena kebiasaan para anggota parlemen di Inggris yang biasa berkumpul  di lobi ruang sidang dan memanfaatkan pertemuan di ruang tersebut untuk melakukan berbagai pendekatan,  diantara persidangan.

Diwaktu istirahat para anggota parlemen yang menginginkan dukungan bagi usulannya dapat “ melobi” anggota yang lain diluar sidang. Dilain pihak kelompok kelompok kepentingan yang ingin mempengaruhi hasil yang dicapai sidang juga dapat memanfaaatkan keberadaan para anggota parelemen di lobi tersebut untuk melakukan pendekatan. Dari kebiasaan inilah kata “lobbyng” menjadi meluas. Pada organisasi kesehatan istilah lobbyng dan negosiasi mulai dilihat sebagai salah satu ketrampilan untuk manajer dalam mengelola sisi bayangan organisasi. Banyak hal yang berkaitan dengan kebijaksanaan organisasi, pengambilan keputusan, kegiatan rutin, program, proyek dan kegiatan  penunjang yang lain membutuhkan ketrampilan manajerial dalam melakukan lobi terutama pada para stakeholders (pihak lain yang berkepentingan) di organisasi.  

Dalam dunia politik istilah “pelobian” adalah merupakan usaha individu atau kelompok dalam kerangka berpartisipasi politik, untuk menghubungi para pemimpin politik atau pejabat pemerintah dengan tujuan mempengaruhi keputusan pada suatu masalah yang dapat menguntungkan sekelompok orang.

3.2.2 Pengertian Lobbying

Menurut Anwar (1997) definisi yang lebih luas adalah suatu upaya informal dan persuasif yang dilakukan oleh satu pihak (perorangan, kelompok, Swasta, pemerintah) yang memiliki kepentingan tertentu untuk menarik dukungan dari pihak pihak yang dianggap memiliki pengaruh atau wewenang, sehingga target yang diinginkan tercapai.
Pendekatan secara persuasif menurut pendapat ini lebih dikemukakan pada pihak pelobi dengan demikian dibutuhkan keaktifan untuk pelobi untuk menunjang kegiatan tersebut 

Menurut Pramono (1997) lobi merupakan suatu pressure group yang mempraktekkan kiat-kiat untuk mempengaruhi orang-orang dan berupaya mendapatkan relasi yang bermanfaat.
Pola ini lebih menekankan bahwa lobby  untuk membangun koalisi dengan organisasi- organisasi lain dengan berbagai tujuan dan kepentingan untuk melakukan usaha bersama. Digunakan pula untuk membangun akses guna mengumpulkan informasi dalam isu-isu penting dan melakukan kontak dengan individu yang berpengaruh.

Maschab (1997) lebih menekankan bahwa lobbying adalah segala bentuk upaya yang dilakukan oleh suatu pihak untuk menarik atau memperoleh dukungan pihak lain.

Pandangan ini mengetengahkan ada dua pihak atau lebih yang berkepentingan atau yang terkait pada suatu obyek, tetapi kedudukan mereka tidak sama. Dalam arti ada satu pihak yang merasa paling berkepentingan atau atau paling membutuhkan, sehingga kemudian melakukan upaya yang lebih dari yang lain untuk memcapai sasran atau obyek yang diinginkan. Pihak yang paling berkepentingan inilah yang akan aktif melakukan berbagai cara untuk mencapai obyek tersebut dengan salah satu caranya melakukan lobbying.

Dengan demikian ada upaya dari pihak yang berkepentingan  untuk aktif  melakukan pendekatan kepada pihak lain agar bisa  memahami pandangan atau keinginanmya dan kemudian menerima dan mendukung apa yang diharapkan oleh pelaku lobbying.

Meskipun betuknya berbeda, pada esensinya lobbying dan negosiasi mempunyai tujuan yang sama yaitu menggunakan tehnik komunikasi untuk mencapat target tertentu. Dibandingkan dengan negosiasi yang merupakan suatu proses resmi atau formal, lobbying merupakan suatu pendekatan informal.

3.2.3 Karakteristik  Lobbying

1.      Bersifat tidak resmi/ Informal dapat dilakukan diluar forum atau perundingan yang secara resmi disepakati .
2.      Bentuk dapat beragam dapat berupa obrolan yang dimulai dengan tegursapa, atau dengan surat
3.      Waktu dan tempat dapat kapan dan dimana saja sebatas dalam kondisi wajar atau suasana memungkinkan. Waktu yang dipilih  atau dipergunakan  dapat mendukung dan menciptakan suasan yang menyenangkan, sehingga orang dapat bersikap rilek dan
4.      Pelaku /aktor atau pihak yang melakukan lobbying dapat beragam dan siapa saja yakni pihak yang bekepentingan dapat pihak eksekutif atau pemerintahan, pihak legislatif, kalangan bisnis, aktifis LSM, tokoh masyarakat atau ormas, atau pihak lain yang terkait pada obyek lobby.
5.      Bila dibutuhkan dapat melibatkan pihak ketiga untuk perantara
6.      Arah  pendekatan dapat bersifat satu arah pihak yang melobi harus aktif mendekati pihak  yang dilobi. Pelobi diharapkan tidak bersikap pasif atau menunggu pihak lain sehingga terkesan kurang perhatian.

3.2.4 Target Kegiatan Lobi :

·  Mempengaruhi kebijakan.
·  Menarik dukungan
·  Memenangkan prasyarat kontrak/ dalam kegiatan /bisnis  
·  Memudahkan urusan
·  Memperoleh akses untuk kegiatan berikutnya.
·  Menyampaikan informasi untuk memperjelas kegiatan.

3.2.5 Strategi  Lobbying.

Mengingat sifatnya yang informal, tidak ada strategi baku atau yang sudah terpola dalam kegiatan ini, melainkan sangat beragam dan tergantung berbagai faktor aktual dan suasana setempat yang berpengaruh. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi lobbying adalah :

1. Sitim Politik.
 Kondisi sistem akan berpengaruh pada cara- cara lobi yang yang dilakukan. Pada sistem Politis yang demokratis dimana pendelegasian wewenang dan keterbukaan menjadi salah satu cirinya maka lobi mudah dilakukan  karena sasaran lobi lebih jelas, dalam arti pejabat atau stakeholder sebagi obyek lobi berada pada posisi yang telah diketahui mempunyai wewenang, aspek aspek yang perlu diperhitungkan lebih pasti. Dalam sistim poliitik yang demokratis  selama berada dalam kerangka aturan main yang telah ditentukan, maka orang tidak perlu takut mendapatkan resiko politik yang tidak diperhitungkan  

 Berbeda dengan sistim politik yang demokratis, dalam sistem politik yang otoriter melakukan lobbying merupakan hal yang sulit diperkirakan kadang pada moment yang tepat lobby dapat mudah dilakukan namun bisa menjadi hal yang sulit. Dapat  terjadi  lobbying pada suatu pihak atau seorang tokoh telah dihasilkan dukungan tertentu, tetapi kemudian hal itu dianulir (dibatalkan atau dimentahkan oleh pihak lain yang lebih berkuasa tanpa alasan yang jelas) sehingga lobbying yang dilakukan menjadi sia-sia.

Dalam sistim seperti ini maka berbagai peraturan dan perhitungan-perhitungan rasional menjadi sulit dijadikan pegangan, karena hukum dan peraturan ditangan pemegang kekuasaan yang bisa berubah setiap saat sesuai kehendaknya sendiri. 

2. Norma dan Etika.
Lobbying pada intinya adalah suatu upaya untuk memaksimalkan penggunaan tehnik komunikasi untuk mempengaruhi pihak lain  yang semula cenderung menolak,  agar menjadi setuju atau untuk memperoleh dukungan.  Namun tidak berarti harus menghalalkan semua cara, norma dan etika harus tetap dihormati dan menjadi pegangan, karena apabila tidak dilakukan lobi akan menjadi arena atau media perantara adanya korupsi dan kolusi.

Bagi orang yang menjujung tinggi norma dan etika, lobbying tidak perlu disertai janji janji yang seharusnya tidak boleh diberikan ataupun dengan mendiskreditkan pihak ketiga apalagi fitnah agar memperoleh simpati dan dukungan dari pihak yang dilobby. Dalam praktek banyak hal yang bisa terjadi seiring dengan dinamika masyarakat. Pada lobbying yang melibatkan pihak pihak yang sama sama kurang menghormati etika dan moral maka kesesuaian yang berubah menjadi [saling] mendukung bisa saja terjadi. Namun hampir bisa dipastikan bahwa model seperti itu akan merugikan kepentingan bersama atau kepentingan yang lebih besar norma dan etika selalu dimaksudkan untuk kebaikan dan kepentingan tidak saja diri pribadi tetapi juga orang lain dan masyarakat luas

3. Norma Hukum dan peraturan
Hukum yang dibuat untuk mengatur masyarakat agar diperoleh ketertiban dalam kehidupan bersama harus dihormati dan  dipatuhi  oleh semua warga negara. Dalam lobbying batas batas hukum juga harur tetap dihormati dan ditaati, lobbying tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan batas batas hukum, misalnya dengan melakukan atau memanipulasikan data dan informasi sedemikian rupa agar yang dilobby menjadi percaya dan kemudian mendukungnya demikian juga cara cara lain yang menipu atau menyesatkan pihak yang dilobby sehingga memperoleh kesan atau kesimpulan yang salah/keliru yang tentunya dilarang oleh hukum/tidak boleh dilakukan 

Dengan demikian maka kejelasan batas batas hukum dan juga tegaknya hukum itu sendiri ikut mempengaruhi praktek lobbying
Sama halnya dengan norma dan etika pelanggaran dan atau penyimpangan terhadap hukum yang dilakukan dalam lobbying mungkin saja malah melancarkan pendekatan yang dilakukan namun demikian hampir pasti hasil yang diperoleh lebih banyak menguntungkan pihak pihak tertentu saja ketimbang bagi kebaikan dan manfaat orang banyak

4.Memperhatikan adat istiadat
Adat dan istiadat yang berkembang dalam masyarakat  perlu juga  diperhatikan,  lebih lebih bagi pihak yang melakukan lobbying harus dijaga agar tidak ada tindakan yang dianggap bertentangan  dengan adat istiadat yang dihormati oleh sasaran lobby karena akan menimbulkan antipati atau paling perasaan kurang simpati misalnya lobbying dilakukan pada orang yang sedang berduka cita atau sedang terkena musibah

5. Mengetahui siapa yang akan dilobby
Keberhasilan lobbying juga dipengaruhi oleh siapa yang akan dilobby,  karena sifat dan perilaku orang bermacam macam. Ada orang yang kompromatis ada yang kaku ada yang suka bercanda dan terbuka sementara juga ada yang mudah tersinggung.
Latar belakang pendidikan sosial dan ekonomi juga beragam demikian pula  pandangan  dan visinya terhadap suatu hal sehingga sikapnya terhadap lobby juga bisa berbeda beda

Bagi pihak yang melakukan lobbi adalah sangat penting untuk memahami siapa yang akan dilobby sehingga bsa mengatur dan merancang teknik komunikasi yang sebaik baiknya sesuai dengan sifat, pandangan,  kegemaran, dan lainnya dari pihak yang dilobby,  sehingga dapat mengundang simpati dan dukungan yang diharapkan

6. Siapa yang melobi
-          Pelaku Lobi adalah mereka yang berada pada pihak yang paling memerlukan sehingga harus aktif, melakukan pendekatan tidak sekedar menunggu. Dengan demikian maka peranan atau pihak yang melobi sangat penting. Sedemikian pentingnya sehingga orang yang melakukan lobi haruslah orang yang mempunyai kemampuan tertentu. Kemampuan tersebut bukan saja bersifat intelegensia berupa kecerdasan, penguasaan terhadap masalah yang dihadapi, keleluasaan pengetahuan dan wawasan, mempunyai sikap yang baik dan penampilan yang menarik dalam arti menyenangkan, serta mempunyai kredibilitas. Orang yang integritasnya diragukan atau kurang dipercaya, akan mengalami kesulitan  apabila melakukan lobbying .
-          Disamping itu sesuai dengan esensi lobbying itu sendiri maka pelaku lobby harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik , sabar, dan telaten ( tidak mudah tersinggung dan marah)

3.2.6 Cara- Cara Melobi

1.        Tidak langsung :
·  Lobby bisa dilakukan dengan cara tidak langsung  hal ini mengandung pengertian  tidak harus satu pihak atau satu orang yang berkepentingan menghubungi mendekati sendiri pihak lain yang mau dilobby.
·  Pendekatan itu bisa dilakukan dengan perantaraan pihak lain [terutama yang dianggap punya akses atau mempunyai hubungan yang dekat dengan pihak yang dilobby].
·  Dalam hal seperti ini maka satu hal yang sangat penting diperhatikan oleh pihak yang melobby adalah kepercayaan atau kredibilitas pihak ketiga yang dijadikan perantara atau penghubung tersebut
·  Kendala lain jangan sampai gara gara lobbying yang dilakukan dengan menggunakan jasa pihak lain [pihak ketiga] justru merusak hubungan yang sudah ada,  karena kesalahan atau ulah pihak ketiga tersebut 
·  Kendala lain dalam menggunakan cara tidak langsung adalah pihak ketiga atau perantara tersebut tidak selalu menguasai atau mengerti permasalahan atau obyek yang jadi sasaran. Disamping itu apabila obyek yang jadi sasaran bersifat rahasia maka akan membuka kemungkinan bagi kebocoran terhadap rahasia tersebut.

2.      Langsung
Berbeda dengan cara tidak langsung maka disini pihak yang berkepentingan [berusaha] harus bisa bertemu atau berkomunikasi secara langsung dengan pihak yang dilobby dengan kata lain pihak pihak yang terlibat bertemu atau berkomunikasi secara langsung tidak menggunakan perantara atau pihak ketiga cara langsung ini jelas lebih baik dari pada cara tidak langsung tetapi kendalanya adalah bahwa :
a.       Pihak pihak yang terlibat tidak selalu saling mengenal
b.      Tidak semua orang mempunyai kemampuan berkomunikasi      dengan baik
c.       Kesan terhadap pribadi tidak selalu sama dengan dengan kesan terhadap lembaga. Jelasnya seseorang mungkin saja kurang suka atau kurang menghormati orang tertentu tetapi terhadap lembaga yang dipimpinnya  dia tidak ada masalah dalam hal seperti ini tentu akan lebih baik apabila yang melakukan lobby adalah orang lain atau staf pada lembaga tersebut                                                     

3.  Terbuka

-          Yang dimaksud dengan cara terbuka adalah lobbying yang dilakukan tanpa ketakutan untuk diketahui orang lain Lobby yang dilakukan secara terbuka memang tidak harus berarti dengan sengaja diekspose atau diberitahukan kepada khalayak,  tetapi kalaupun diketahui masyarakat bukan merupakan masalah.
-          Lobbying dengan cara terbuka ini biasanya dilakukan oleh dan diantara kelompok misalnya pendekatan yang dilakukan oleh OPP atau partai politik tertentu pada salah satu Organisasi Massa atau sebaliknya dan antara suatu Ormas pada Ormas yang lain

4.  Tertutup
-  Yang dimaksud lobbying dengan cara tertutup adalah apabila lobbying dilakukan secara diam diam agar tidak diketahui oleh pihak lain apalagi masyarakat
-  Lobbying dengan cara ini biasanya bersifat perorangan yaitu yang dilakukan secara pribadi atau oleh seseorang pada orang tertentu Lobbying cara ini dilakukan karena apabila sampai diketahui oleh pihak lain maka bisa berakibat negatif atau merugikan pihakyang melakukan lobby tersebut maupun pihak yang dilobby

 3.2.7 Cara Lobbying

Agar lobbying yang dilakukan berhasil dengan baik atau sekurang kurangnya tidak  menimbulkan penolakan yang mungkin keras atau sikap antipati maka perlu kiranya diperhatikan beberapa petunjuk teknis sebagai berikut:
1.      Perlu mengenal/mengindentifikasi target lobby dengan baik.
-          Hal ini sangat perlu karena teknik yang akan dipergunakan tergantung dari siapa yang akan dilobby.Untuk mencapai keberhasilan yang optimal, maka pelobby harus memahami atau mengenal dengan baik sifat, sikap dan pandangan bahkan mungkin perilaku orang (orang-orang) yang akan dilobby.
-          Pengenalan ini diperlukan agar bisa ditentukan cara pendekatan yang akan dilakukan,atau pemilihan teknik komunikasi yang akan dipergunakan. Mendekati orang yang mudah tersinggung dan selalu serius dengan mendekati orang yang penyabar dan suka bercanda, tentu sangat berbeda.Kekeliruan atas hal ini akan berakibat fatal.

2.   Perfomance /Penampilan diri yang baik.
Seorang pelobby harus mampu menampilkan diri dengan   baik, sehingga menimbulkan kesan yang positif bagi pihak yang dilobby.Penampilan diri ini tidak berarti semata-mata hannya bersifat fisik (lahiriah)  seperti pakaian dan  sebagainya, tetapi juga kepribadian dan intelektualita.

3.    Memperhatikan situasi dan kondisi.
Situasi dan kondisi yang ada atau melingkupi suasana lobbying harus diperhatikan oleh pelobby, demikian pula perubahan-perubahan yang terjadi.  Hal ini terutama sangat penting dalam penggunaan cara menyampaikan pesan.



Di tempat umum  misal di restoran, atau ditempat terbuka misal dalam olahraga  cara berbicara yang dipakai tentu berbeda dengan apabila dirumah atau dikantor. Tentu tidak tepat berbicara keras-keras diantara banyak orang lain, sementara dengan berbisik-bisik di dalam rumah justru akan menimbulkan kesan yang negatif bagi tuan rumah.

Pada saat  pembicaraan tengah berlangsung dan dianggap lancarpun, pelobby harus tetap memperhatikan situasi dan kondisi yang sewaktu-waktu bisa berubah. Jangan meneruskan ketika ada orang lain datang atau alihkan pada topik lain dengan cara yang wajar, karena meskipun mungkin pelobby tidak berkeberatan, tetapi mungkin yang dilobby yang tidak berkenan.

Hal lain yang perlu diperhatikan mengenai cara menyampaikan pesan adalah berkaitan dengan pihak yang dilobby. Apabila pihak yang didekati adalah pribadi atau orang-orang tertentu maka cara yang dilakukan bersifat persuasif.  Usahakan untuk mengundang simpati dan dukungan yang bersangkutan. Tetapi apabila yang didekati adalah kelompok maka pesan yang disampaikan harus mengandung argumentatif.

Pelobby harus menyampaikan alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan yang logis dan rasional yang bisa membuat pihak yang dilobby menjadi lebih jelas,  lebih mengerti dan memahami obyek sasaran sehingga pada gilirannya mereka bisa menerima dan mendukung.

4.  Mengemas pesan.
Seeorang akan mudah tertarik bila menyaksikan sessuatu dikemas atau diatur dengan rapi sebagaimana  misalnya makanan yang disajikan dimeja makan yang ditata rapi dan indah tentu akan menimbulkan selera yang berbeda apabila hanya disajikan dalam bungkusan atau kotak.

Sama halnya dalam masyarakat kita memberikan sesuatu dengan tangan kanan dengan tangan kiri pasti akan menimbulkan kesan yang berbeda.

Dalam melakukan lobbying seorang pelobby harus bisa menyampaikan atau menyajikan pesan yang dibawanya kepada pihak yang dilobby agar  tertarik dan kemudian memperhatikan ,sehingga bisa mengerti dan memahami apa yang diinginkan dan  pada gilirannya dapat menerima dan ahirnya mendukung.

5. Jangan takut gagal
Pepatah mengatakan kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Adalah hal yang biasa bahwa tidak semua usaha pasti berhasil apalagi dalam waktu cepat dan singkat,  lebih-lebih dalam lobby. Lobbying dilakukan untuk membuat atau mengubah pihak atau orang yang semula tidak suka menjadi suka, yang semula menolak menjadi menerima dan dan yang menentang menjadi mendukung.

Dengan demikian  maka ada kalanya memang sulit merubah sikap tersebut, apalagi kalau sikap semula yang ditunjukan keras. Dalam keadaan tetentu merupakan hal yang biasa apabila orang cenderung menjaga gengsi, sehingga tidak perlu mudah mengalah kmeskipun  dalam akal dan hatinya mengakuinya.

Oleh karena itu maka dukungan yang diharapkan tidak selalu bisa diperoleh berulangkali. Dengan demikian maka pelobby tidak boleh takut gagal, dia harus memiliki optimisme, telaten, sabar, gigih dan fleksibel.

Ketakutan akan gagal, membuat orang menjadi mudah cemas,kurang percaya diri dan kemudian mudah gugup sehingga sangat mengganggu penampilannya. Kalau sudah demikian maka justru akan merusak lobbying yang dibangunnya, sehingga akan menggagalkan lobby yang dilakukan. Kalaupun pada akhirnya ternyata gagal, tidak boleh membuat pelobby frustasi Karena kegiatan lain atau masalah lain akan selalu muncul dan lobbying kembali akan harus dilakukannya.


3.2.8 Langkah-Langkah Persiapan :
1.      Menguasai masalah yang dibicarakan
2.      Mulai berbicara bila situasi telah memungkinkan
3.      Mengarahkan dengan tepat agar dapat memancing perhatian
4.      Cara berbicara harus jelas dan jangan terlalu cepat, mengatur volume suara, dan mempersiapkan kata –kata dengan baik.
5.      Memperhatikan sikap, pandangan mata,  gerak gerik yang membantu
6.      Sopan, saling menghormati, dan menyiratkan rasa persaudaraan .





3.3 NEGOSIASI

KETRAMPILAN MANAJERIAL
UNTUK LEMBAGA SOSIAL MASYARAKAT

Modul ini akan membahas ketrampilan manajerial untuk melakukan Negosiasi atau melakukan proses kesepakatan antara  pihak pihak yang bermasalah. Ketrampilan  ini akan  diperlukan oleh manajer lembaga sosial masyarakat dalam hubungan kerja dengan para stakeholders / donatur atau dengan pihak lain yang terkait dengan organisasi.

Negosiasi diperlukan sebagai salah satu upaya untuk menunjang kegiatan organisasi dan dalam mencapai tujuan organisasi. Pemahaman mengenai bagaimana  menerapkan strategi negosiasi  mengerti model pendekatan tujuan dan prinsip–prinsip negosiasi serta mengenali modal dan karakteristik negosiasi.

3.3.1 Pengertian Negosiasi

Istilah negosiasi  yang terdapat pada  kamus besar bahasa Indonesia  adalah : proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan antara satu pihak dan pihak yang lain dapat berupa  kelompok atau organisasi

Negosiasi juga diartikan sebagai suatu bentuk penyelesaiaan sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak pihak yang bersengketa. Istilah ini berkembang dari dunia para diplomat baik yang menjabat sebagai  duta besar, kuasa usaha atau konsul yang bergerak dalam kegiatan  diplomasi. Kegiatan dilakukan untuk kepentingan negara yang diwakilinya saat dinegara manapun para diplomat itu ditempatkan.

Pengertian diplomasi secara sederhana yang dikemukan oleh Anwar. DF adalah sebagai praktek prakatek atau kegiatan dari lembaga lembaga yang berlaku diantara negara-negara dalam hal ini pemerintah dalam berhubungan antara satu dan yang lain. Salah satu bentuk kegiatan yang digunakan  adalah “negosiasi”. Jadi Negosiasi merupakan salah satu fungsi vital dari para diplomat. Diplomasi bertujuan untuk memajukan kepentingan kepentingan nasional dalam bidang politik maupun ekonomi, sebagai contoh adalah kepentingan kemerdekaan suatu negara , keamanan dan integritas teritorial.

Dalam permasalahan kenegaraan, negosiasi  merupakan proses yang komplek untuk mengatasi isu-isu atupun perbedaan pendapat  dari negara negara yang bersengketa atau bermasalah, dengan demikian diharapkan  dapat  menghasilkan   suatu kesepakatan  diantara negara  yang bersangkutan.


3.3.2 Persetujuan dan Konvensi

Kesepakatan yang dihasilkan oleh Negosiasi bilateral disebut sebagai “persetujuan”. Pada istilah ini mengandung  sifat kesepakatan yang lebih sempit atau secara tehnikal saja terhadap masalah masalah yang dikemukakan  Sedangkan kesepakatan yang dihasilkan oleh negosiasi-negosiasi dari multilateral disebut “Konvensi” biasanya bersifat pembentukan undang- undang atau peraturan bersama.

Dalam mengelola organisasi manajer selalu dihadapkan pada kegiatan saling mempengaruhi atau lobby dan upaya mewujudkannya dengan kesepakatan atau Negosiasi Dibandingkan dengan lobby yang bersifat non formal,  Negosiasi merupakan proses resmi atau formal.

3.3.3 Definisi

Beberapa pendapat menyebutkan bahwa negosiasi berkaitan dengan kemampuan komunikasi dari seseorang sehinggai  menurut Wahab (1997) negosiasi adalah : alat dasar untuk memperoleh hal yang  di kehendaki dari pihak lain. Sehingga dapat definisikan sebagai:
“Komunikasi timbal balik yang dirancang untuk mencapai persetujuan ketika terdapat dua pihak dengan kepentingan   bersama, dan salah  pihak ada unsur yang  menentang”
Pramono (1997) mengacu pendapat dari Folwer  menyebutkan bahwa Definisi negosiasi:
“ adalah proses interaksi dengan mana kedua pihak atau yang lebih perlu terlibat secara bersama didalam hasil akhir kendati pada awalnya masing-masing pihak mempunyai sasaran yang berbeda beruasaha untuk menyelesaikan perbedaaan mereka dengan menggunakan argumen dan persuasi untuk mencapai jalan keluar yang dapat diterima bersama”

Dari definisi tersebut tersirat adanya suatu proses dalam jangka waktu tertentu yang harus diikuti dengan strategi( akan diuraikan pada strategi organisasi). Sehingga dalam menetapkan tahap-tahap yang ada selain strategi  diperlukan pula ketrampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam tahapan dalam negosiasi yang dapat dibagi menjadi 3 tahapan.

3.3.4 Tahapan dalam Negosiasi

1. Tahap Awal
Tahapan awal yang perlu dipahami adalah :
Tahap sebelum negosiasi  pelaku atau organisasi  perlu mengetahui kejadian kejadian yang melatar belakangi suatu permasalahan.


Untuk memudahkan identifikasi permasalahan dapat dibuat urutan daftar pertanyaan yang jawabannya akan digunakan sebagai bahan untuk penyusunan strategi pada tahapan selanjutnya, Contoh pertanyaan yang dapat disusun pada tahap ini diantaranya adalah :
a.       Apakah pokok permasalahannya ?
b.      Apakah Negosiasi memang perlu dilakukan ataukah dapat diupayakan dengan kemungkinan lain
c.       Bagimana kondisi hubungan kedua belah pihak apakah dimungkinkan untuk diadakan suatu kesepakatan atau tidak

Apabila daftar pertanyaan tersebut ditemukan bahwa kedua pihak memang membutuhkan kesepakatan maka tahap negosiasi selanjutnya dapat direncanakan berikut strateginya. Namun apabila salah satu pihak tidak berkeinginan untuk membuat kesepakatan maka negosiasi menjadi sulit untuk dilakukan. Dalam kondisi seperti ini diperlukan upaya pendekatan dalam bentuk lain misalkan lobby atau memanfaatkan pihak lain untuk membicarakannya.

2. Tahap selama berlangsungnya negosiasi
Pada tahap ini beberapa hal yang harus disiapkan oleh para pihak yang akan melakukan perundingan adalah :
·  Menetapkan permasalahan pokok dengan menyatukan perbedaan dan pembuat pengertian yang sama terhadap permasalahan
·  Menetapkan posisi awal
·  Menyiapkan argumentasi
·  Mengembangkan kemungkinan dari permasalahan
·  Menetapkan proposal yang merupakan gagasan baru yang menjurus kearah kesepakatan, sifat fleksibel dan dapat dimodifikasi.
·  Menetapkan dan menandatangani proposal akhir yakni jalan keluar yang dipilih guna mengatasi perbedaan pendapat dari pihak yang berunding

3.   Tahap sesudah negosiasi.
Kegiatan pada tahap ini adalah pelaksanaan program persetujuan, masing-masing perlu mengetahui apa yang dilakukan, siapa yang melakukan dan waktu pelaksanaannya. Tim kedua pihak dapat melakukan peninjauan pelaksanaannya untuk menjamin pelaksanaan komitmen bersama.

Dalam hubungan ini meskipun  skala dan pokok bahasan berbeda dan berada pada suasan formal maupun informal. namun masing-masing pihak yang terlibat tahu bahwa mereka sedang bernegosiasi.








3.3.5 Kondisi yang Memerlukan Negosiasi

Untuk menentukan apakah perlu atau tidak melakukan negosiasi, maka untuk negosiasi terdapat beberapa kondisi yang harus ada. Dalam arti apabila kondisi tersebut tidak ada maka tidak banyak  gunanya untuk melakukan negosiasi

Busyairi (1997) mengemukakan bahwa menurut Schoonmaker ada tiga kondisi yang memerlukan adanya negosiasi  yaitu :
a.       Adanya pertentangan pendapat atau kepentingan
b.      Ada beberapa pilihan kemungkinan untuk pemecahan masalah , apabila hanya ada  satu saja kemungkinan maka tidak perlu dilakukan negosiasi
c.       Ada kemungkinan untuk saling kompromi: Kondisi ini akan memberi peluang memuaskan semua pihak dengan pengertian tidak semua keinginan akan dapat diperoleh, sebagian hak akan dilepaskan agar dapat memperlancar kegiatan kesepakatan

3.3.6 Prinsip Negosiasi

Negosiasi atau perundingan bertujuan menghasilkan sesuatu yang memuaskan pihak pihak yang berunding, biasanya disebut kesepakatan atau persetujuan. 

Prinsip – Prinsip dalam  negosiasi    menurut Maschab (1997) adalah :

1. Bersifat formal

Negosiasi atau perundingan sifatnya formal, ditandai dengan terjadinya suatu proses tawar menawar dari berbagai kepentingan yang berbeda yang diupayakan untuk diurai dan dimusyawarahkan agar memperoleh kesepakatan dan diterima oleh semua pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu maka negosiasi selalu dilakukan dengan cara yang teratur, dengan jadwal tertentu, dengan proses dan teknik tertentu, termasuk acara-acara yang bersifat seromonial didahului dengan pidato pengantar, dilanjutkan dengan penanda tanganan naskah persetujuan dll.

2. Bentuknya baku.
Negosiasi biasanya dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda atas obyek atau sasaran yang sama. Disamping itu pihak-pihak itu juga merasa mempunyai hak dan kedudukan yang sama, oleh karena itu maka negosiasi atau perundingan mempunyai bentuk yang baku yaitu pihak-pihak yang berunding biasanya duduk berhadap-hadapan, dan melakukan komunikasi langsung atau tatap muka.

3. Pelakunya telah ditentukan.
Aktor atau pelaku dalam negosiasi telah ditentukan atau  dipilih sehingga tidak semua orang boleh ikut dalam suatu perundingan. Yang ikut terlibat dalam perundingan adalah orang-orang yang telah dipilih dan diberi mandat atau wewenang unuk itu. Para peserta perundingan tersebut biasanya disebut dengan utusan, wakil, atau delegasi

Apabila karena sesuatu hal ada peserta/pelaku yang harus diganti maka perubahan atau pergantian tersebut harus diberitahukan kepada pihak yang lain atau lawan rundingnya. adakalanya pergantian harus dengan persetujuan pihak lain/lawan runding

4. Tempat dan Waktu ditentukan berdasar kesepakatan
Tempat dan waktu perundingan ditentukan dengan pasti dan disepakati oleh pihak-pihak yang berunding. Dalam kasus-kasus yang pelik, soal tempat dan waktu ini adakalanya membutuhkan perundingan tersendiri.

5. Pendekatan 2 arah,masing-masing pihak berusaha mempengaruhi

Negosiasi dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang saling membutuhkan sehingga semua pihak ingin mempengaruhi pihak lain sebagai lawan rundingnya. Masing-masing  berusaha agar keinginannya itu diterima atau disetujui pihak yang lain. Keengganan atau sikap kurang sungguh-sungguh dari salah satu pihak bisa sangat mempengaruhi sikap pihak yang lain, sehingga pihak tersebut tidak mau melanjutkan negosiasi atau perundingan atau menjadi gagal.

6. Target
Sasaran yang ingin dicapai oleh suatu negosiasi adalah diperolehnya suatu kesepakatan atau adalah kesepakatan atau persetujuan yang bisa diterima oleh pihak-pihak yang berunding.

3.3.7 Strategi Negosiasi

Dalam uraian tahapan negosiasi diatas telah disebutkan, apabila tahap awal telah dilalui maka tahap selanjutnya adalah tahap dimana negosiasi memang diperlukan  memasuki tahap  berlangsungnya negosiasi. maka ketrampilan dan strategi dibutuhkan pada  tahapan ini,

Untuk  melakukan negosiasi selain ketrampilan individu ada beberapa hal yang harus diketahui atau disiapkan sebagai strategi oleh pelaku atau negosiator sebagaimana yang dikemukan oleh Maschab (1997) , yaitu;

a). Pelaku/Negosiator harus tahu persis target yang ingin dicapai.
Seorang negosiator tidak selalu merupakan orang pertama atau pimpinan, atau  pengambil keputusan di lingkungannya, oleh karena itu dia harus mengetahui dengan tepat apa yang diinginkan oleh pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya.

Adalah hal yang sangat mengganggu atau tidak baik apabila dalam suatu negosiasi  ada peserta atau utusan/wakil pihak yang berundingharus sering meninggalkan tempat atau  bolak-balik harus  berkonsultasi kepada pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya karena ketidaktahuannya  mengenai apa yang diinginkan pimpinan atau lembaga tersebut.

b). Pelaku/ harus memiliki wewenang untuk melakukan negosiasi.
Seseorang negosiator harus mempunyai wewenang untuk menerima atau menolak keinginan lawan rundingnya dan membuat kesepakatan dalam perundingan tersebut.Tidak boleh terjadi suatu pandangan atau keinginan serta kesepakatan yang telah diterima oleh para perunding kemudian dimentahkan kembali atau ditolak oleh pimpinan dari lembaga yang diwakilinya.Apabila terjadi hal begitu maka bukan saja akan merusak kredibilitas para wakil atau perunding itu sendiri/tetapi juga nama baik lembaga yang bersangkutan.

c). Perlu mendalami masyalahyang dirundingkan secara baik.
Setiap perunding harus menguasai atau memahami dengan baik permasyalahan yang dirundingkan.Pemahaman atas semua aspek dari obyek perundingan akan sangat membantu menumbuhkan pengertian ataukesediaan tawar-menawar dengan pihak lain;karena dalam perundingan tidak ada pihak yang mau menang sendiri.

d). Perlu mengenali lawan rundingnya dengan baik.
Seorang perunding juga perlu mengenali lawan rundingnya dengan baik agar dia bisa menemukan cara untuk menarik perhatian, memahami argumentasi yang diajukan dan kemudian menyetujuinya.Pengenalan lawan runding tersebut  tidak hanya mengenai kepribadiannya tetapi juga mengenai pengetahuan dan pandangannya terhadap masalah yang sedang  dirundingkan baik mengenai kekuatan maupu kelemahannya.

Meskipun suatu perundingan tidak sama dengan peperangan, tetapi mungkin bisa dinalogkan dengan semacam  axioma yang menyatakan bahwa ‘mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan adalah separoh kemenangan.

Hal ini terasa sekali manfaatnya apabila perundingan yang dilakukan melibatkan lebih dari 2 pihak, karena penguasaan atas masalah dan pemahaman atas kekuatan dan kelemahan lawan bisa dipergunakan untuk memperoleh dukungan dari pihak ketiga atau yang lain sehingga secara bersama-sama kemudian mendorong atau menekan lawan runding untuk menerima keinginannya

e). Perlu memahami mana hal-hal yang prinsip atau  bukan prinsip.
Seorang perunding diberi wewenang untuk menerima atau memberikan persetujuan usulan atau keinginan lawan runding. Agar apa yang dilakukan tidak bertentangan atau menyimpang dari kemauan pimpinannya atau lembaga yang diwakilinya, maka perunding harus mengetahui hal-hal yang prinsip bagi pihaknya dan hal-hal mana yang bukanprinsip .Hal-hal yang prinsip tentu saja tidak boleh diabaikan apalagi dikorbankan dalam perundingan.

Dalam perundingan yang biasanya juga dilakukan tawar-menawar untuk memberi dan menerima, maka yang boleh dipertaruhkan adalah hal-hal yang tidak prinsip.Pelanggaran atas hal-hal yang prinsip bisa mengakibatkan dibatalkannya kesepakatan yang telah dicapai atau kalau dalam perjanjian-perjanjian internasional maka ratifikasi atas hasil persetujuan tersebut tidak dapat diberikan sehingga perlu ditinjau kembali.

3.3.8 Model Pendekatan Negosiasi

Model pendekatan organisasi akan sangat tergantung dengan bentuk organisasi yang ada. Menurut Busyairi (1997), pada organisasi pemerintahan yang mengandung unsur-unsur besar seperti : legislatif, eksekutif dan yudikatif, akan lebih banyak memerlukan perundingan perundingan untuk mencapai kesepakatan.
        
Begitu pula halnya pada masing-masing unsur atau bagian dari organisasi tersebut akan selalu terjadi negosiasi. Hal ini terjadi karena dalam organisasi itu terdapat hubungan antara dua pihak yang mempunyai cara pandang, dan nilai nilai yang berbeda yang berakibat adanya perbedaan kepentingan, namun menghendaki adanya kesepakatan bersama. Sehingga diperlukan suatu pendekatan untuk lebih  memahami permasalahan

Terdapat 2 model pendekatan yaitu :
1.      Model pendekataan menang-menang atau kooperatif
2.      Model pendekatan Menang kalah atau kompetitif.
 Model pendekatan kooperatif menurut Busyari( 1997) mengacu pendapat Schoonmaker : layak dilakukan apabila :
1.      Masalah yang dinegosiasikan menyangkut kepentingan bersama.
2.      Antar pihak yang bernegosiasi terdapat hubungan saling mempercayai.

Negosiasi menang-menang adalah merupakan  model negosiasi yang lebih besar peluang keberhasilannya daripada model menang kalah. Karena kemenangan yang diperoleh satu pihak tidak berarti kekalahan pihak lain.

Pada model pendekatan menang – kalah atau kompetitif untuk memenangkan negosiasi  diperlukan  4 langkah :
1.      Menjelaskan komitmen secara tegas tentang apa yang dikehendaki.
2.      Menunjukan akibat akibat yang akn terjadi jika keinginan tersebut tidak tercapai.
3.      Menghalangi atau menghadang lawan untuk meraih keinginannya.
4.      Menunjukan jalan keluar yang bisa menyelamatkan  muka lawan dengan menawarkan konsesi pengganti atau penghibur.

Bentuk negosiasi ini tidak harus menggunakan kekerasan, atau ancaman karena bagiamanapun sikap ksatria  dengan menjunjung tinggi norma, etika, hukum dan menghormati  adat istiadat akan tetap lebih utama.        

3.3.9 Modal Negosiasi

Faktor  dominan dari  negosiasi adalah adanya kepecayaan antar pihak dan kekuatan yang menjadi modal untuk terjadinya kesepakatan . Busyairi (1997) menyebutkan ada 8 sumber kekuatan yang dapat dijadikan modal untuk negosiasi. Sumber kekuatan tersebut adalah :

1. Otoritas

Otoritas atau kewenangan yang diperoleh karena posisi hirarkis yang dipegang atau karena peran yang dimainkan dalam organisasi, Dengan kata lain memiliki kewenangan yang diperoleh sebagai kekuatan formal . Misalnya     Otoritas terhadap bawahan

2. Memiliki Informasi lebih dulu dan keahlian.
Pihak yang memiliki informasi dan pengetahuan tentang cara memecahkan masalah,  akan mempunyai kekuatan dan lebih mudah dalam pengambilan keputusan. Bagi yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu akan  mempunyai kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai sesuatu yang berkait dengan pengetahuannya atau keahlian di bidangnya

3. Kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap penghargaan/ reward.
Pihak  yang dapat memberi pekerjaan, uang, dukungan politik maupun penghargaan dalam bentuk lain  dapat memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kesepakatan atau keputusan.

Suatu contoh pada keadaan adanya  sengketa atau  friksi  antara buruh dan pimpinan perusahaan, pihak pimpinan berada  pada posisi pengendali penghargaan, karena mereka menyediakan pekerjaan dan upahuntuk buruhnya. Sedang pihak  buruh mempunyai kekuatan lain yakni mogok kerja,karenanya posisi kedua pihak ini dalam bernegosiasi cukup seimbang.

Namun yang sering terjadi  kekuatan pimpinan perusahaan  bertambah besar karena memperoleh tambahan dari pihak luar dalam bentuk kekuatan pemaksaan melalui kekerasan, sehingga modal negosiasi antara pimpinan pabrik dan buruh menjadi tidak seimbang, pihak buruh menjadi lebih lemah.Ahirnya kesepakatan yang dihasilkan lebih merupakan hasil paksaan oleh yang lebih kuat kepada yang lebih lemah.

4. Kekuatan pemaksaan dengan kekerasan

Kekuatan dan kekuasaan untuk menghentikan, menghadang, dan mencampuri urusan digunakan untuk memaksa pihak lain. Kekuatan-kekuatan memaksa dapat dilihat misalnya dalam tindakan aparat membubarkan kegiatan seminar aksi-aksi buruh mogok kerja agar tidak terjadi proses produksi, pemaksaan masuknya orang yang dikehendaki dalam kepengurusan partai atau organisasi potensial agar dapat mengendalikan keputusan-keputusan organisasi; kekuatan senjata untuk pembubaran aksi-aksi;dan lainnya.

5. Aliansi dan jaringan jaringan kerja

Penggabungan, pembentukan jaringan kerja atau aliansi merupakan kekuatan untuk memperoleh sesuatu dalam organisasi. karena untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi diperlukan hubungan kerja yang kompleks baik antar individu maipun antar kelompok.

Oleh karenanya menjadi penting setiap kelompok interes membangun persekutuan, persekongkolan atau kubu, dan membangun jaringan. Perebutan posisi di dalam sebuah organisasi kelihatannya tidak pernah sepi dari persekongkolan antar individu maupun antar kelompok kecil.

Tetapi dalam menggoalkan tujuan-tujuan besar, seperti demokratisasi, keadilan gender, kelesrarian lingkungan, penegakan hak azasi manusia mewujudkan pemerintahan yang bersih, dan sebagainya agaknya memerlukan persekutuan dan networking lebih luas .Oleh karena itu didunia ini ada jaringan kerja untuk menegakan hak azasi manusia, ada jaringan mengenai keadilan gender, ada jaringan untuk pelestarian lingkungan, kesehatan, narkoba   dan sebagainya.

6. Akses kepada dan kontrol terhadap agenda pembahasan

Akses kepada kontrol agenda pembahasan merupakan kekuatan yang dapat  digunakan untuk menentukan arah keputusan. Kekuatan ini adalah hasil tindakan persekutuan dari jaringan yang luas yang bekerja jauh sebelumnya.

Jadi wacana mengenai demokratisasi,  hak azasi manusia atau isu-isu dalam bidang kesehatan yang cukup gencar di Indonesia misalnya selain merupakan kebutuhan rakyat Indonesia sendiri juga memperoleh sambutan pihak luar yang mempunyai kepedulian yang sama, sehingga arus pembahasan hal tersebut menjadi semakin kuat.

7. Mengendalikan tujuan dan simbol-simbol.
Kemampuan ini sering dimiliki oleh kelompok elit dan pemimpin opini sehingga dapat menentukan siapa kita, apa yang kita yakini dan nilai-nilai apa yang kita anut.

8. Kekuatan perorangan
Kekuatan perorangan seperti halnya kharisma individu, keterampilan politik, kepintaran bicara, dan kemampuan mengartikulasi pandangan yang berkekuatan melalui penampilan kerakteristik individual yang mengesankan.


3.3.10 Teknik Negosiasi

Beberapa tehnik penting yang perlu disiapkan dalam negosiasi
  Menduga dukungan ( Informasi)
  Mengatur waktu (termasuk untuk istirahat)

3.3.11 Teknik Persiapan Untuk Pelaku

  Berpikir tangkas  mandiri, jernih menjaga keseimbangan sehingga terhindar kebuntuan
  Mempunyai kemampuan komunikasi atau dapat menyampaikan pandangan dengan baik teratur.
  Sifatnya formal
  Bentuknya baku
  Aktornya ditentukan
  Pendekatan 2 arah
  Tempat & waktu ditentukan
  Target kesepakatan perunding

3.3.12 Cara Negosiasi

LUNAK        KERAS            PRINSIP
  Teman           Lawan              Masalah
  Pesetujuan     Kemenangan    Kep Bijak
  Orang/Msl     Org/Msl           Lunak Org-Ker Msl
  Penawaran     Ancaman         Telusuri kepentingn
  Yang mana    Satu diterima    Ajukan pilihan






3.4 TEKNIK ADVOKASI

KETRAMPILAN MANAJERIAL
UNTUK LEMBAGA SOSIAL MASYARAKAT

Advokasi adalah seperangkat tindakan terarah yang ditujukan pada pembuat keputusan untuk mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi adalah suatu sains dan seni yang apabila dirancang dengan Sistematis dan Benar hasil advokasi akan efektif dan baik. Secara umum advokasi akan mempengaruhi penentu kebijakan (melalui Lobby, Perda, dan lain-lain) untuk membentuk opini publik lewat media masa dalam upaya populis mendidik massa lewat aksi kelas.

 

3.4.1 Tujuan Advokasi

Terciptanya Perubahan Kebijakan Peraturan-peraturan, dukungan sumber daya, dan lain-lain, untuk memecahkan masalah tertentu.

3.4.2 Tahapan Proses Advokasi

1.      Identifikasi Isu
2.      Tentukan Maksud dan Tujuan
3.      Identifikasi dan tetapkan Sasaran
4.      Membangunan dan Menggalang dukungan
5.      Menentukan pesan
6.      Memilih saluran komunikasi
7.      Pengumpulan dana
8.      Pelaksanaan Rencana Kerja
9.      Kegiatan kontinyu dalam monitoring evaluasi

3.4.3 Identifikasi  Isu  Advokasi

·         Problem yang bersumber dari Kebijakan yang dihadapi dan perlu dipecahkan.
·         Maksud dan Tujuan:
·         Maksud:
* Pernyataan hasil yang ingin dicapai untuk memecahkan problem
* Merupakan target jangka  panjang ( 3 - 5 tahun) dan kegiatan      
   advokasi tersebut dan merupakan visi untuk perubahan.
·         Tujuan:  *Tujuan yang bersifat jangka pendek merupakan tahapan untuk mencapai Tujuan jangka panjang.
·         Persyaratan Tujuan Advokasi
·         S                   : Spesifik
·         M      : Measurable
·         A                  : Achievable
·         R                  : Realistic
·         T                   : Time bound



Reference :

-          Anwar,DF.,Pramono.D.M., Maschab., M.Busyiri,M.A.,  Wahab,S. Lobbying dan Negosiasi, advokasy 1997.  Orientasi pendalaman bidang Tugas DPRD, badan pendidikan dan pelatihan Depdagri.

-          Budi.R, makalah MMKP 1998

-          Thorn. G.J 1995 terampil bernegosiasi.

1 komentar: